Perjalanan hidup manusia berbeda-beda. Ada yang terlahir dari keluarga yang menghidupkan syariat Allah, sehingga anak keturunannya juga hidup dalam cahaya Islam dan sunnah.

Ada juga yang baru menemukan cahaya Islam dan sunnah ketika beranjak remaja. Bahkan, ada yang baru menemukannya ketika dewasa atau bahkan sudah tua renta.

Perjalanan bersama hidayah tidak terhenti ketika kita mulai mendapatkannya. Jalan masih panjang membentang dengan berbagai ujian keimanan di sana. Kepada Allah kita bergantung, agar ujian yang ada semakin menguatkan pijakan kita di jalan Islam dan sunnah. Bukan sebaliknya, membuat kita berbalik ke belakang, lalu mencari jalan yang lebih mudah dan mengejar kenikmatan yang sebenarnya semu.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

“Amalan itu dilihat dari akhirnya.” (Muttafaq ‘alaih)

Apakah yang perlu kita lakukan untuk menjaga nikmat iman itu agar kekal hingga akhir hayat?

1. Niat Lillahi Ta’ala.

Demi apa kita berada di jalan kebenaran? Demi siapa kita melakukannya? Ini semua masalah hati. Namanya: niat.

Niat yang ikhlas lillahi Ta’ala, insyaallah akan membawa seseorang menuju akhir yang manis.
Kita jujur kepada diri sendiri atau tidak, tentang untuk apa dan untuk siapa kita berubah, Allah pasti tahu semuanya.

إِ

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (Muttafaq ‘alaih)

Maka, rugi sekali kalau kita berubah hanya karena ingin populer di tengah manusia. Rugi sekali kalau kita berubah hanya demi menarik perhatian lelaki salih yang kita kagumi.

Perbaiki niat, karena Allah tahu semuanya.

2. Belajar adalah kebutuhan.

Seorang muslimah menjadikan ilmu agama sebagai desah nafasnya, nadi kehidupannya.
Ilmu agama adalah bekal untuk membedakan hidup yang bermanfaat dan hidup yang sia-sia.
Untuk membedakan mana kebahagiaan dan mana kesedihan.
Untuk membedakan mana keselamatan dan mana kesengsaraan.

Allah berfirman,

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ

“Katakanlah (wahai Muhammad), apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)

3. Berdoa sepenuh hati.

Api yang panas bisa menjadi dingin atas kehendak Allah.
Lautan yang berombak ganas bisa terbelah atas kehendak Allah.
Maka hati yang sempit bisa menjadi lapang atas kehendak Allah.

Berdoalah kepada Allah yang Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan doa.
Salah satu doa yang paling baik yang diucapkan seorang muslimah adalah ketika shalat,

اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ

“(Ya Allah), tunjukilah kami jalan yang lurus (shiratal mustaqim), yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 6-7)

4. Inner-circle.

Kita mungkin mengenal sangat banyak orang. Namun tidak semuanya akan kita jadikan teman.

Kita mungkin berteman dengan banyak orang. Namun tidak semuanya akan kita jadikan sahabat.

Sahabat adalah orang-orang yang kita beri keistimewaan untuk berada di inner-circle kita.

Kita wajib memilah dan memilih siapa saja yang berhak berada di inner-circle. Inner-circle artinya lingkungan terdekat dengan kita. Kita mempercayai mereka, kita banyak ditulari kebaikan oleh mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. Tidak ada lagi kesempatan bagi kita untuk berdekatan secara langsung dengan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Akan tetapi, kesempatan untuk bersama dengan beliau di surga kelak akan senantiasa terbuka selama kita masih bernyawa. Caranya? Berdekatanlah dengan orang-orang yang mengingatkanmu dengan akhirat, dan yang membangun amalnya di atas pemahaman salafush shalih.

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

“Permisalan teman akrab yang shalih dan buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi, atau kamu akan membeli darinya atau kamu akan mendapat bau harum darinya. Adapun pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.” (HR. Bukhari, no. 2101; Muslim, no. 2628)

Allah Ta’ala berfirman,

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)

Explore Our Blog

Explore a treasure trove of enriching blog articles covering faith, education, and youth development for a holistic learning experience.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *